Vigilio - How to Be Human Lyrics

 Am D G Em

I used to be a boy who grunt every here and there

Am D G

Masked on for seven days a week

Am D G E

Tired to dive right into the society

Am D G

Live up to their expectations


Am D G Em

I got my earphones on with lofi songs on the queue

Am D G

Chaotic space ain’t my playground

Am D G E

A cup of hot latte keeps me on throughout the week

Am D G

Netflix all day on the weekend


C D Bm E

As I grow older oh should I grow wiser too?

C D G G7

The world’s not spinning on my terms

C D Bm E

As skeptical as I am, oh I should start something new

C D G

Shit, I forget how to be human!


Am D G Em

Scrolling through my twitter is how I communicate

Am D G

Run a blog which no one knows

Am D G E

My phone is good enough to do all the photographs

Am D G

While I walk the hills all by myself


C D Bm E

As I grow older oh should I grow wiser too?

C D G G7

The world’s not spinning on my terms

C D Bm E

Should I grab my old guitar and start doing something new?

C D G

Shit, I forget how to be human!

C D Bm E

Shit, I forget how to be human!

C D G

Someone teach me how to be human.

Titik Balik

"Tempat ini selalu jadi favoritku, kau tahu?" Ia memandang jauh ke atas. Tatapan manisnya hilang ditelan ribuan bintang yang tersenyum atas ia.

Di tempat ini. Di atas bukit ini. Ketika semua berawal, dan ketika semua mungkin akan berakhir.

"Aku tidak heran, kok. Setiap kali bintang-bintang itu muncul, inilah tempat pertama yang ingin kau kunjungi bersamaku, kan?" kataku menimpali.

"Oh, ngomong-ngomong, satu menit lagi menuju 11:11. Sebaiknya, siapkan permintaanmu!" Tambahku. Aku sudah hafal tentang kegemaran wanitaku yang satu ini.

"Oh, kau benar!" Secepat kilat ia melirik arlojinya. Sedetik kemudian, ia mengatupkan tangan dan memejamkan mata.

Sembari menunggu, aku mengambil sebuah bungkusan berbentuk kotak. Kotak yang amat ia benci, namun aku suka.

Aku mengambil sebatang rokok yang tertata rapi dari dalam kotak tersebut, dan membakarnya.

"Kamu belum berhenti juga?" tanpa kusadari ia telah membuka matanya dan memperhatikanku.

"Yah, kamu bisa lihat sendiri kan? Ngomong-ngomong, apa permintaanmu tadi?"

"Sepele. Aku ingin lebih bahagia saja."

Aku hanya mengangguk. Ada keheningan panjang yang tercipta saat itu sebelum akhirnya ia angkat bicara.

"Kamu benar-benar tidak bisa lepas ya, dari rokok itu?"

Aku tertawa.

"Yah, kamu tahu sendiri, kan? Aku ini memang sudah begini. Sudah gak bisa diapa-apain lagi."

"Maksud kamu, kamu akan selamanya seperti ini, begitu?" ia menaikkan nadanya.

"Memangnya salah kalau aku begini rusaknya?
Memangnya kamu pikir, aku ingin selamanya seperti ini?"

Sungguh dua kalimat pertanyaan yang selamanya akan kusesali. Kendati begitu, ego terus menyemangatiku untuk menghancurkan hatinya.

"Aku ini seonggok sampah, Rani. Sampah itu selamanya tidak akan punya nilai yang berharga bagaimana pun caranya!"

Skakmat. Ego ku menang. Ia menangis.

Tunggu, aku merasa ada sesuatu yang aneh dengan tubuhku. Aku merasa sesak di dada. Dan aku tahu, sesak ini bukan disebabkan oleh terlalu banyak merokok.

"Kamu tahu? Aku tidak pernah menganggapmu sampah sedikit pun. Aku percaya, setiap manusia punya kesempatan kedua. Aku percaya, setiap manusia punya kesempatan untuk berubah."

Ia kini terisak, namun masih bersusah payah ingin melanjutkan kalimatnya.

"Tapi, terima kasih. Aku kini sadar, bahwa cintaku sia-sia. Hingga tiga menit yang lalu, aku masih percaya, bahwa kamu bukanlah orang yang dulu. Aku masih percaya bahwa aku, kita, hampir sampai."

Aku tersenyum tipis.

"Dan aku merasa aku tak pernah beranjak sedikit pun dari titik nol. Kamu tahu, kurasa permintaanmu mulai dikabulkan. Kurasa ini adalah awal bahagiamu yang tentu saja, bukan bersamaku."

Ah, bodohnya aku. Bagaimana mungkin aku melewati hari tanpanya.
Ah, yang penting, ego ku merasa puas hari ini. Persetan dengan esok hari.

"Cukup! Aku pergi. Terima kasih untuk semuanya." ia menutup perbincangan kami. Perbincangan kami yang terakhir.

Dan setelah itu, aku hanya mengamati langkah kakinya menjauh pergi. Langkah kaki yang pergi dan tidak akan pernah pulang kembali.

-vhp, dan bintang pun menjadi saksi munafik hati bertopeng ego.

#soulscapeday09
#soulscapeday14
#soulscapeday15
#soulscapeday16
#soulscapeday17

Perihal Berpisah

"Gimana ya kalau akhirnya nanti kita harus berpisah?"
Tanganku kembali meraih secangkir kopi hangat di meja setelah menuangkan sebungkus gula dan mengaduknya buru-buru. Aku tidak pernah suka kopi yang sudah dingin, semua orang tahu itu.

"Memangnya, kita ini pacaran untuk apa? Untuk putus?"
Dia mengangkat alisnya sedikit. Tatapannya tetap dingin, seolah ingin mendominasi perasaanku. Aku suka itu.

"Kenapa kamu mikir jauh ke sana? Sedangkan kita masih bisa duduk berhadapan seperti ini,"

"Engga tahu." Aku menatap keluar jendela sembari memandang keramaian kota Jakarta pada jam 6 sore. Jam pulang kerja.

"Aku hanya takut kehilanganmu saja. Setelah 6 bulan bersamamu, rasanya aku tidak pernah ingin lepas darimu. Bagaimana bisa aku menahan diri untuk tidak bersedih jika Tuhan tidak mengijinkan kita untuk tidak bersatu pada akhirnya?"

"Itu urusan Tuhan, bukan kita. Yang menjadi urusan kita adalah bagaimana aku dan kamu saling membahagiakan satu sama lain. Selagi waktu masih mengiyakan."
Dia memandang laptopnya kembali, tidak memandangku sama sekali.

"Kalau aku bukan jodohmu?"
Aku menatap lekat mata cokelatnya. Rambut acak-acakannya berwarna senada di bawah sinar matahari sore.

"Aku akan mencintaimu sepenuh hatiku. Mencintai seseorang tidak harus saat kedua insan bersama, 'kan? Sayang, lihat mataku, bisakah kamu lihat di dalam sana bahwa aku sedang menggengam hatimu erat? Jangan takut, ya? Aku milikmu seutuhnya, dan aku tidak peduli jika takdir tidak setuju denganku."
Bibirnya membentuk senyuman indah yang selalu kunantikan tiap aku bertemu dengannya.

"Kamu kok bisa jadi romantis?"

"Jangan bilang-bilang, ya? Sisi romantisku hanya untukmu!"
Terdengar suara gelak tawa yang berasal darinya.

Kopi di meja sudah dingin, dan aku tidak peduli sama sekali.



—vig x g.m
Aku milikmu seutuhnya—setidaknya untuk saat ini.
#vigiliohouseproject
#arrangedthoughts


PS: saya ganti Pen Name dari 'vhp' jadi 'vig'. Hashtag teteup sama.

Soulscape is a 30 days online writing project held by Jan and her co-partner, Gaby. To join please contact to stardust-glitteryhoe or rainbowsmoke16
#SoulscapeDecember2017
#SoulscapeDay06

Namanya Juga Wanita

"Kalau nanti kamu jadi pengantinku, ingetin aku ya untuk nyanyiin lagu Muara untuk kamu. Lagunya Adera."

Aku tersedak. Secara tiba-tiba manusia-paling-cuek-yang-kebetulan-jadi-pacarku ini berucap manis di saat aku menenggak minumanku.

"Apaan, sih? Sesumbar banget. Kenapa tiba-tiba ngomong gitu?" Jawabku ketus.

"Enggak apa-apa, mumpung ingat. Eh, kamu kok tiba-tiba keselek gitu?"

AKU KESELEK GARA-GARA KAMU BEGITU MANIS, BODOH! CUEK BOLEH, GOBLOK JANGAN!

"Hmm? Engga kok, gak apa-apa."

-vhp, namanya juga wanita.
#vigiliohouseproject

Vigilio - How to Be Human Lyrics

  Am D G Em I used to be a boy who grunt every here and there Am D G Masked on for seven days a week Am D G E Tired to div...