Merry Christmas yang terakhir

Kakiku menapak di sebuah dataran luas berwarna putih. Hamparan salju yang terlihat di setiap sudut mataku seakan memanggilku untuk kembali menikmati perayaan natal seperti tahun- tahun sebelumnya.

Tapi sayangnya, tidak tahun ini.

Tepat dibawah pohon natal raksasa di tengah kota ini, pohon yang menjadi saksi bisu transisi kehidupan kami setelah ini, aku memandang matanya dalam-dalam.

Mata hijau yang menyayatku secara tiba-tiba, setelah selama 4 tahun selalu kubawa dalam setiap mimpi indahku.
"Bagaimana bisa?" Aku berusaha tetap terlihat tegar, sebagaimana aku seperti biasanya. Namun aku tahu aku akan gagal, kalimat pertanyaan tadi pasti terdengar sangat lirih di telinganya.
"Aku tidak tahu. Mungkin memang cuma sampai sini." Balasnya. Sambil tersenyum ringan. Ya, sambil tersenyum. Setiap kalimat yang ia utarakan seperti berusaha menarik air mataku keluar dari tempatnya.

Tidak. Aku laki-laki. Aku harus tetap kuat.

Sembari kutenangkan pikiranku, kuperhatikan setiap sudut wajahnya. Pipi bulat merah yang selalu kucubit selama 4 tahun ini. Poni samping yang tidak pernah berubah. Dan syal biru yang susah payah menutupi leher jenjangnya. Semuanya tak berubah setelah selama ini. Tapi, perasaannya?
"Aku memang salah ga pernah mengatakannya. Tapi, inilah yang terjadi, Darren."
Darren katanya? Bahkan dia tidak lagi memanggilku 'hun' sebelum kita resmi putus?
Aku geram. Aku mengangkat kepalaku, dan menemukan bahwa seorang laki-laki sedang berdiri tidak jauh di belakang Marsha. Dia memakai cincin yang sama dengan Marsha.
"Setelah 4 tahun, Sha. Kamu memang pemain drama yang hebat." Aku akhirnya bisa mengeluarkannya, setidaknya dua kalimat. Walaupun di dalam sini rasanya sesak.
Aku memang bodoh. Aku sadar dia telah kehilangan kebahagiaannya bersamaku sejak satu tahun terakhir. Dan aku? Aku tidak berusaha memperbaiki apa yang seharusnya kuperbaiki. Hingga saat ini, inilah yang terjadi. Tapi tidak apa. Cincin itu terlihat indah menari di jari manisnya.

Marsha masih terdiam. Dia tidak menjawabku. Tapi aku memang tidak ingin dijawab, karena aku sadar tiap kata yang keluar dari bibir indahnya itu, hanya akan kembali mengirisku.
"Dar, sorry aku..." "kamu hebat, Sha."
Belum sempat ia menjawab, aku kembali melanjutkan kata-kataku.
"Seharusnya aku sadar kalau kita memang tidak muda lagi. Seharusnya aku sadar kalau waktu kita tidak banyak. Seharusnya aku bisa lebih dari ini. Dan seharusnya....." kalimatku terhenti dan digantikan keheningan ya panjang.
Kuatur kembali nafasku. Ingin rasanya aku curahkan semua kepadanya. Namun, ia bukanlah siapa-siapaku lagi. Hingga akhirnya aku telah memiliki cukup kekuatan untuk melanjutkan kalimatku.
"Seharusnya aku menyadarinya. Menyadari bahwa separuh aku telah pergi, bahkan jauh sebelum hari ini." Selesai sudah. Aku belum menemukan rasa bersalah yang terukir diwajahnya. Yang kutemukan adalah rasa iba. Ingin aku berteriak "aku bukan pemulung yang butuh rasa ibamu!" Tepat di depannya. Tapi aku rasa itu tidak mungkin.
"Aku gabisa maksain perasaanku lagi. Aku gak tau kemana hilangnya perasaanku." Itu dia. Skakmat. Tepat saat air mataku menetes, aku tahu bahwa permainan ini telah dimenangkan olehnya.
Di tengah keheningan ini, aku tersadar bahwa kalimat memohon apapun yang kuucap, tidak akan cukup untuk membawanya kembali. Yang bisa kulakukan saat ini untuknya adalah..... berharap yang terbaik untuknya di masa depan.
"Kamu semoga bahagia ya Sha ke depannya." Kataku sambil mengelus kertas tebal yang ada di tanganku. Kertas tebal yang membawaku dan Marsha kepada percakapan ini. Kertas tebal dengan tulisan 'Dylan & Marsha' di depannya.
"Bagaimana denganmu?" Marsha bertanya. Aku tidak bisa membedakannya lagi antara kepedulian atau hanya pertanyaan formalitas.
"Fokuslah kepada kebahagiaanmu. Bagaimana aku kedepannya bukanlah kewajibanmu lagi." Aku mengerti bahwa bersikap tegar adalah cara terbaik untuk keluar dari sini. Walaupun hanya berpura-pura.
"Aku tidak akan mengganggu hidupmu lagi. Selamat natal yang terakhir dariku, Marsha." Ucapku sambil berlalu. Dan ketika aku membelakanginya, barulah air mataku terjun dengan semangat.
Lucu terkadang. Bahkan ketika kita yakin bahwa manusia hidup selalu berpasang-pasangan, kehidupan akan selalu dengan senang hati menampar kita, dan mengingatkan kita sambil tertawa,
"You're on your own. You have nobody."

Me Time

It''s Sunday. And finally time to relieve the stress a bit.
Packed up schedule got me like:
taken from: www.attackofthecute.com

Setelah sekian lama, akhirnya gue merasakan hari libur yang sesungguhnya (weekend-weekend kemarin juga ada aja yang dikerjain) dan gue memutuskan untuk seharian di rumah.
Well, not really 'seharian' sih.
Gue sadar kalo gue udah lama ga melakukan kebiasaan gue pas SMA (dan awal-awal kuliah) dulu. Yaitu duduk di coffee shop sendirian, pesen satu minuman hangat, dan pacaran sama Abigaelle. 

Itu nama laptop gue.

Yes, gue merasa kalo yang gue butuhkan saat ini adalah me time. 
Sorry geng minumanya udah abis

Kembali ke kebiasaan lama tuh rasanya macem-macem. Lega dan senengnya dapet karena setelah sekian lama, gue bisa melakukan hal yang kayak gini lagi. Tapi kadang gue ngerasa bego juga, kenapa ga dari kemarin kemarin aja gue me timenya udah tau stress gini.
Yes, tulisan yang gue ketik secara spontanitas ini memang gaada maknanya, tapi yang gue ingin bilang sekali-kali coba deh kalian sediain waktu buat diri sendiri. Apalagi kalo kalian lagi penat-penatnya sama aktivitas yang biasa dilakuin. Dalam kasus gue, well, bermusik.

Gue juga heran kenapa bermusik yang adalah hobi nomor 1 gue, bisa bikin gue penat. Apa karena human nature yang bosenan? Gue gatau.
Tapi yang jelas, bahkan ketika hobi lu udah menjadi sesuatu yang lu kerjakan secara konsisten, bahkan udah jadi pekerjaan utama lu, lu butuh terobosan baru untuk tetep ngerasain yang namanya hidup secara dinamis. To keep yourself entertained lah istilahnya.
Dan cara gue untuk ini adalah me time. Daripada seharian ngasur di kamar, akhirnya gue sisain malam hari gue untuk nyobain salah satu Coffee Shop dimana temen gue kerja, pesen coklat panas, dan mulai asik depan laptop. Youtubing kah, atau Blogging, bahkan gue sempet main PES dulu sebelom mulai tulisan ini.
Apapun yang bisa bikin lu sedikit lebih rileks. Ya. Dikit aja bro jangan kebanyakan entar enak. 
hehe.
Okedeh, tulisan singkat ini gue akhiri dulu sampe sini. Don't forget to keep yourself entertained! See ya!!

Happiest Sad-Ending

1:17 am
I don't know where to start
It must be nice having someone you really care around you.
It feels like I've been slapped so hard knowing that we are separated in many ways.
This may sound stupid, but
When I feel like I've dug much deeper for myself
And so far I've run to keep myself clear
So you wouldn't know that these feelings are exist
When these words seem so unreachable
I tend to bury all of these deep within me
So you wouldn't know what I've been up to all these time
And I always keep myself as busy as ever
So that you can think that I was doing just fine
Meanwhile I'm not
And gracias for that, I've learned just another important thing that
Making your brain & heart sync at times like this, is nearly impossible.
I know I'm suck at writing such thing like this but anyway,
Thanks for staying in my memory,
my happiest sad-ending.

One thing that every girls need to know!

[WARNING] This post may not be very friendly (explicit content). I'd like to express how laughable and disgusting at the same time these things are.

Another [WARNING]: Do not read this post if you're that kind who LOVES to retweet/repost baper quotes or stuffs because you might get a little offended.

Let's begin with this .gif


Do you see that "why the fuck do you even exist" look on this lovely Chibi Maruko-chan's face?

Yep. If you guys saw my LINE display picture of her, I'll tell you the reason why.
So, I was so happy when I sat on the bench knowing that my mid-term exam has done. And I was scrolling through my LINE when I saw this:

oops. I'm sorry for not censoring any of it.
Yea, I was "what the fuck?" when that sentence hit my eyes. It's just funny how the admin (or whoever created that damn 'quote') demands her/his partner to always free their time for them.

Sorry if this looks one-sided, but consider those who demand this as a girl. So it will be quicker.

May I ask you one question? (of course I can, this is my blog after all)
Have you girls ever demanded this on your boyfie, or your crush, even your husband-wannabe?
If so, you can go fuck yourself and if you know that this is wrong, I'd love to call you a mature woman.
"He has no time for me. He's busy."
"I don't like it when he's ignoring me."
"I wish I could be his number one priority."
and all those grumblings coming out from their lips.
This will cause pro-contra, but let me share my opinions. Especially my view as a guy whose responsibility is to work.
First of all, we're not kids anymore. We ain't do nothing all day long, we ain't sleep all day long, we ain't play games on our computer all day long, or everything you have ever think of to make you girls think that you're not needed in our life anymore.

Big fucking mistake.

As I mentioned earlier, one of our responsibility is work, is to make money. We've got to work our ass off to gain some living. To keep breathing in this world. And here's the truth. Most of us guys (including me) would love to make sure that everything is well-provided when the right time and the right person comes.
We'd love to make our future lady lives comfortly with us in the future. We'd love to make sure that everything's alright. And that's why we need to focus on our 'duty' as a guy and you girls HAVE TO understand that this shit has got real. And we apologize if you girls feel like we're ignoring you, or we're not putting you in the first place.

We do this for you girls as well, not only for ourselves.



This doesn't mean I'm against those "work hard together" couple. I love seeing them fight together and helping each other. That's cute tbh. I'd be really glad if I tend to find one of those hardworking girl tho. But I, personally, like to do things my way.

And oh, about those guys who replies your chat in a blink of an eye. Those 'caring' guys you think has put you in their 'number one' priority list. Congratulations! You just found your perfect guy who's in his bed all day long fucking with his phone and his social media.
May you live happily ever after!

Just kidding,
go fuck yourself.

The best part of being single, and being screwed up

Well, another late night thought is passing by. 1:30 am and here I am having my insomnia. While I supposed to study, which I didn't do at all, where all of my friends stay up late for studying, here I am writing this.

Let's begin with this image as an illustration:


Yes, this pic reflects me. so accurately.

Belakangan ini gue screwed up banget, but not mentally screwed up. I am talking about some 'positive' screwed up. Let me hit a little throwback (this may cause a little controversy) when I decided to break up with my ex. That was about 6 (or more I guess) months ago.

I know right.

I just realized that I made a right decision. After since.

Ini akan menjelaskan apa yang gue tulis di judul. I was planning to set the title as "pretty screwed up!", but I've changed my mind right after yesterday's sharing session with my fellow d'bijish HAHAHAHA.
Di tengah kesibukan gue yang sangat amat melelahkan jiwa raga, dimana gue berulangkali ngedrop karena kecapean, dimana kuliah gue keteteran karena banyak banget yang mesti diurus diluar, gimana gue selalu sampe rumah di atas jam 8 malem udah kayak orang kantoran, dan hal lain yang mungkin gaenak buat didenger dan dialami oleh kalian....

Gue bersyukur karena gue diberi kesibukan yang berat kayak gini.

Gue bukan orang taat beragama. Gue jarang ke gereja. Tapi gue tau kalo hal ini adalah hal yang harus banget gue syukuri, bukan gue keluhkan.

Kemarin gue ditanya sama temen gue ketika gue ngeluarin unek-unek gue soal kesibukan ini.

"menurut lu, semua hal yang lu lakuin ini se-worth it bermusik lu ga?" (he did mention 'bermusik' because I told him and the others that I got the chance to perform regularly in a mall, and being paid)

I was speechless. Temen gue ini ada benernya, gue tau ga semua worth it 'buat gue'. But I keep doing what I've been doing this whole time.
Gue berpikir dan akhirnya gue bisa menjawab temen gue ini. Emang ga semua worth it di gue, apalagi kalo kita ngomongin timbal balik. Ngomongin tentang apa sih yang gue dapet selama ini? Setimpal ga sih sama yang gue beri? Kenapa sih gue rela repot-repot, buang waktu tenaga buat sesuatu yang gaada untungnya di gue sama sekali? Dibayar engga. Ditegur dan dikritisi terus iya. Capek? banget. Butuh istirahat? sangat.

Tapi apa gue menyesal gue ngambil tanggung jawab ini in the first place? not at all.

Gue sadar gue lelah, dan gue emang penat banget. Tapi disini gue ngerasa kalo yang namanya tanggung jawab dan konsistensi, it's a big deal. Seriusan.
Gue yang memutuskan untuk ambil jabatan sebagai production manager di suatu unit kegiatan di kampus gue, atau menerima jabatan ketua di salah satu organisasi kepemudaan di gereja, masa ga gue akhiri sendiri?

Dari kesibukan dan situasi screwed up gue selama beberapa bulan terakhir, banyak banget yang gue bisa pelajari. Kenapa gue sempat menyinggung 'insiden' dimana gue putus sama mantan gue?
Karena gue melihat, justru momen itulah, ada titik balik di dalam hidup gue yang bisa bikin gue kayak sekarang. Gue memang belom hebat-hebat amat untuk ngomong soal beginian, but it's the truth (and cheesy at the same time tho).

And that's the best part of being single, like I did mention on the title. Gue bisa explore semua yang gue mau, gue bisa banyak belajar. Gimana sih rasanya jadi orang sibuk? Gimana sih ngatur time-management yang cuma 24 jam sehari supaya ga berantakan? Gimana sih cara bertanggung jawab terhadap satu hal, tapi di sisi lain lu ga meninggalkan tanggung jawab yang lain?

Karena itu gue bersyukur banget.
Kalo gue punya pacar, prioritas gue pasti di dia semua dan gue gaakan punya waktu untuk ini semua.

I do all of this for my own sake, for my own happiness. And I'm pretty sure, that when the right time comes, all of my hardwork will pay off.

And I'll let my story end right here and right now. Catch you guys up later! Do your best for your own sake!

A little story about Forever Within Days


(August, 16th 2015)
Let me share a little story on this #throwbackthursday.
Yes, we were formed in 2014 (whoaaa its been 2 years)
And there was a little fun fact that I created this band based on jealousy over my friend (hella sure it was).
So it took long enough for me to be in a band again since the last time in 2012 when I and my middle-school mates formed an acoustic band. I surely remember that the first event we attended was BEEVOLUTION 2014 where we didn’t reach anything. At all. As a founder, I was all alone. There was a moment of me being clueless, and helpless, because I didn’t know who to ask until that one time I saw @vitogun ‘s instagram video of him playing his guitar. And I was like “oh I need someone better than me obviously” and that’s where I decided to take Vito in, with only “ah gapapalah paling cuma jadi band musiman, abis beevol bubar” state of mind. And today we’re here, ready to make our movie clip of our newest cover.
And this photo? Well, this is the highlight of our biggest performance so far (in my opinion), where we performed in front of 2000 people, it was an amazing feeling (that was the first time I take the lead-vocalist role). Oh and the name? It’s a simple story. I was inspired by Ansel Egort’s quote. (The fault in our stars). End of story.
And what I just realized is that I’ve learned a lot. Literally a lot. Gimana pusingnya nyari anggota yang konsisten dan cocok sampe harus gonta-ganti mulu. Atau ngerasain senengnya pertama kali rekaman, atau pegel bolak-balik minjem bass, bayar studio yang mahal, sampe marah-marah sendiri gara-gara latian ngaret, cuma demi sekotak nasi sehabis perform. Atau bahkan ngatasin minder karena takut kebanting sama band lain yang lagi perform. Well, if everyone has their own masterpiece, this is mine. Forever Within Days!


Btw, we’re new on instagram. Go give us a follow! J @fwd_band

Tulisan si sombong

Huh!
Kita ini hidup di dunia dimana kita dianggap tidak berharga bukan? sudah seharusnya kalian tau rahasia umum ini. Maka tidak terkecuali aku ini, yang tempo dulu kerap kali menelan mentah-mentah cercaan kalian, sendirian tentunya. Tanpa seorang teman.

Kalian harus coba merasakan hidup dengan sudut pandangku, sudut pandang si rendahan ini. Si rendahan yang.... ah, si rendahan yang hanya memiliki satu permintaan.

Diakui.

Hanya itu. Sebuah permintaan amat sederhana yang sangat sulit dikabulkan oleh kaum borjuis seperti kalian. Perkenankan aku, si sombong ini, membuka tulisanku dengan sedikit pertanyaan kecil.

Aku berani jamin bahwa kalian pernah dongkol melihat seorang handal yang sombong, bukan? Ketika ada prestasi yang selalu ia bawa dalam setiap kalimatnya ketika berhadapan dengan kalian si 'borjuis' ini. Omong-omong, mengertilah bahwa borjuis ini adalah panggilan sarkasme untuk kalian.

Coba kembali diingat-ingat. Dongkol? Iya kan?
Lalu dengan sudut pandangmu, kamu menghina si sombong ini dengan kalimat tajammu, yang mungkin dulu pernah mengusik hati si sombong ini. Dulu, sekarang tidak lagi.
Kamu pernah menanyakan pada dirimu sendiri? Kenapa ia bisa amat bangga dengan prestasinya? Mengapa ia berani menyombongkan miliknya sampai segitu niatnya sih?

Tidak pernah.

Dan tentunya kamu tidak mengerti akan jawaban dari pertanyaan itu bukan? Jawaban sepele yang penuh makna.
Karena ia mengerti seberapa sakitnya ketika ia dulu diremehkan.

Aku mengerti bahwa dunia ini memang keras. Apapun yang kita lakukan tidak akan pernah sempurna di mata orang. Apalagi di mata kritikus-kritikus pedas yang banyak wacana. Masih cupu dihujat, sudah sukses apalagi. Lalu yang benar itu seperti apa hai para hakim?

Memangnya aku salah dengan sedikit menunjukan aku telah berhasil?
Memangnya aku salah dengan memberi statement bahwa aku bukan si cupu yang dulu kau remehkan?
Memangnya aku salah dengan menuntut sedikit pengakuan?

Aku tahu aku ini bodoh. Aku terlalu peduli dengan apa yang orang katakan tentangku, hingga aku lupa menikmati hasil jerih payahku sendiri.
Aku terlalu sibuk mengungkit rasa sakit yang dulu mereka tanamkan pelan-pelan. Aku adalah seorang pendendam yang sukses. Seseorang yang berjuang bukan untuk dirinya sendiri, melainkan hanya demi pengakuan orang lain.
Hingga saat kini, ketika aku duduk di sofaku yang empuk, aku masih saja terus mengingat apa saja yang mereka lakukan. Ingatan yang sebenarnya ingin kubuang jauh-jauh. Ingatan yang sering datang tiba-tiba hanya untuk membuat dadaku perih.
Because for me, what people say matters.
Hingga kini, aku yang duduk ditengah segala sesuatu yang kumiliki, masih merasa sepi.
Apa yang salah denganku?


Sincerely, si sombong.



Tulisan si Pengecut Untuk Bunga Hatinya

             Masa putih abu-abu. Aku telah banyak mendengar cerita dimana masa-masa SMA ialah masa
yang paling menyenangkan dalam hidup. Masa SMA ialah masa dimana kita mulai mencicipi berbagai macam rasa kehidupan. Ada saat kita jatuh terpuruk, dan kemudian kita belajar untuk bangkit, namun ada kalanya juga kita belajar bersyukur atas apa yang telah kita capai. Bisa saja itu berupa prestasi juara umum, atau menemukan pacar yang ingin kau bawa sampai ke pelaminan, mungkin? Semua orang memiliki cerita soal kehidupan SMA. Tak terkecuali aku, yang memiliki cerita yang akan terus terpatri dalam ingatanku, tentang bagaimana manusia bodoh ini menjadi pengecut selama tiga tahun terakhirnya di bangku sekolah.
Terkadang aku merasa bahwa aku salah dilahirkan di dunia ini sebagai laki-laki. Diibaratkan tumbuhan pun, aku ini hanya putri malu yang tidak berduri. Sudah pemalu, tak punya kelebihan pula. Itulah yang aku rasakan sampai saat ini. Setidaknya, aku berusaha tahu diri, meskipun lebih cenderung rendah diri pada akhirnya.
Aku memang merasakannya. Perasaan ‘aneh’ yang kurasakan saat memandanginya dari kejauhan, memang tak asing lagi di dadaku. Tapi, aku belum sepenuhnya mengerti. Cinta? Atau hanya sebatas kagum? Aku belum bisa menyimpulkannya. Tapi satu yang kutahu saat aku memandanginya, dari kejauhan tentunya. Bahwa dialah bunga hatiku.

Aku pun tidak yakin bahwa dia mengenaliku. Bahkan, bagi dia untuk mengetahui bahwa aku ada saja, aku tidak yakin.  Sosok yang selama ini ada di benakku mungkin terlalu sibuk untuk mengenaliku. Entah sibuk dalam kepengurusan OSIS, atau dalam ekskul fotografi? Oh, mungkin juga sibuk belajar untuk mempertahankan statusnya sebagai juara umum. Dia memang sosok idaman yang penuh bakat. Dan berbicara soal bakat, disinilah aku. Berdiri dibawah bayang-bayang cowok-cowok lain yang memiliki sesuatu untuk dibanggakan di depannya. Selama tiga tahunku mencintainya diam-diam, aku telah banyak melihatnya bersama cowok-cowok itu. Aku pernah melihatnya bergandengan tangan dengan cowok di ekskul fotografi yang sama sepertinya, atau mendengar kalau dia baru saja menerima kapten basket sekolahku sebagai pacarnya. Sedangkan kelebihanku? Ah, Cuma satu kelebihanku. Menyembunyikan perasaanku hingga tak ada seorang pun yang tahu.

Aku jatuh cinta padanya. Aku jatuh cinta melihat senyumannya saat menerima piala juara umum, meskipun senyumnya tidak ia tujukan padaku. Aku jatuh cinta mendengar suaranya saat kampanye pemilihan ketua OSIS yang baru, meskipun suaranya tidak pernah ia pergunakan untuk berbincang denganku. Dia yang kukenal, adalah dia yang tidak pernah terlihat murung dan selalu membagikan energi positif pada semua orang. Tidak heran jika semua orang menyukainya.
Dan setelah melewati proses belajar selama tiga tahun, akhirnya malam itu tiba. Malam pelepasan. Malam dimana aku akan memberanikan diri untuk bicara padanya. Aku tidak peduli apakah itu hanya sekedar “hai” atau obrolan ringan. Aku tidak peduli bahwa saat nanti akan menjadi kali pertama sekaligus yang terakhir bagiku untuk bicara padanya. Hanya satu yang terpikirkan olehku saat itu. Aku harus berhenti menjadi pengecut.
Ah, aku membenci perasaan ini. Perasaan minderku yang kembali muncul setelah melihatnya. Wanita dengan dress merah melekat di tubuhnya, serta balutan make up yang membuatnya terlihat makin sempurna itu memang tak pernah bosan memikat mata dan hatiku. Selama acara pelepasan berlangsung, mataku hampir tidak pernah berhenti memandanginya, dari kejauhan tentunya, sambil berharap ada tatapan balik yang ia tujukan padaku.
Aku terus menunggu saat yang tepat untuk menghampirinya, di tengah murid-murid yang sedang merayakan kelulusan mereka. Hingga aku menemukan saat itu. Saat acara berakhir dan aula terlihat mulai sepi, aku melihatnya duduk sendiri, terlihat seperti sedang menunggu sesuatu. Inilah saat itu, pikirku. Di tengah segala keraguan yang ada dalam benakku, aku berusaha melawan langkah kakiku yang terasa amat berat saat kuangkat ke depan. Di saat itu, keraguan kembali menguasaiku. “Apakah dia akan mengenaliku?”, “Apakah dia tidak akan terganggu jika aku menghampirinya?” Pergulatan batin yang hebat menahanku berdiri mematung di tempat itu untuk beberapa lama. Pergulatan batin yang menuntunku pada penyesalan. Ya, penyesalan.

Aku memang dapat mengalahkan keraguanku dan kembali melangkahkan kakiku. Namun, sebelum langkah kaki ketigaku menapakkan telapaknya di lantai aula, aku melihatnya kembali dari kejauhan. Melihat tangannya diraih oleh seorang laki-laki dan menuntunnya keluar dari aula. Aku tertegun dalam keheningan. Air mata yang enggan turun dari mata si pengecut yang bodoh ini, seolah malah menertawaiku. Hingga akhirnya aku pun sadar tentang siapa diriku. Senyum tipis namun miris terukir di bibirku. Sembari melihatnya hilang perlahan dari balik pintu aula, aku kembali berpikir. Dia memang pantas mendapatkan yang jauh lebih baik, dibandingkan seorang pengecut yang hanya menumpahkan isi hatinya dalam tulisan, tulisan yang mungkin tidak akan dibaca oleh bunga hatinya.

Fokus yang tak bisa fokus

      Gue sadar kalo selama 2 bulan terakhir, gapernah gue sentuh blog gue ini. Jadi hal pertama yang ingin gue sampein di blog ini, adalah permintaan maaf buat kalian para readers gue (kalo ada) karena udah lama tulisan blog ini stuck di angka 25 Februari 2016. Dan sekarang, gue akan coba nulis tentang apa sih kesibukan gue yang bikin blog gue terbengkalai belakangan ini.

Kalo boleh jujur, saat gue lagi nulis tulisan ini, gue lagi drop banget. Ga secara fisik, tapi secara psikis. Gue merasa kayak lagi diserang si 'masalah' yang make jurus kagebunshin no jutsu. Jadi banyak. Gue ngerasa diserang dari segala arah, segala aspek. Rada lebay ga sih? hahah
This picture reflects me perfectly

Anyway guys! Gue gamau berlama-lama cengeng di tulisan gue kali ini. So, let the cheerful side take over!
Jadi, balik lagi ke topik utama gue di tulisan ini, kesibukan apa aja sih yang lagi gue tekunin sampe gue ga sempet sentuh blog ini?

1. From Blogging to Vlogging
Yap! Gue memutuskan untuk kembali aktif di Youtube, setelah dulu gue sempet aktif di Youtube buat upload-upload cover bobrok. Gue yang berusaha ngikutin trend, akhirnya berani buat nyoba Vlogging dengan kamera yang seadanya. Sampai saat tulisan ini gue buat, gue udah upload sampai 9 episode vlog di youtube gue.
Tuh liat aja sendiri.

Jadi, sebenernya kalian gaperlu khawatir kalo gue meninggalkan blog ini, karena gue juga membagikan cerita gue dalam bentuk video, di youtube. Silahkan ditonton!
Tapi, bukan berarti gue ninggalin blog gue. Gue bakal tetep update kok, meskipun inkonsisten. Hehehe.

2. Recording Project
Meskipun project yang dibuat sama Vito (gitaris FWD) ga terlalu nyibukkin gue, tapi tetep aja gue butuh fokus ke sini juga. Ini bakal jadi kali pertama gue nyentuh studio rekaman dan nyanyi di depan condensor microphone! Footagenya juga ada di vlog gue loh yang judulnya "Doing ALL My Hobbies in one day"
Dan rencanya, project ini akan direalisasikan pada awal Juni, seselesainya FWD ngisi acara di kampus gue pada akhir Mei.
Wish Me Luck!

3. Kembali kepada Novel
Yak. Hobi yang udah rada lama gue tinggalin, baca novel. Gue dulu rajin banget baca novel, puncaknya pas SMP. Gatau kenapa sejak SMA gue mulai meninggalkan kebiasaan baca novel gue. Entah karena gue sibuk atau apa, gue juga gatau. Namun belakangan ini gue mulai balik baca novel lagi. Bahkan, pas kemarin ada event Big Bad Wolf di BSD, gue borong 7 novel guys! Lumayan buat stock gabut.
Dan gacuma baca, gue berpikir untuk menulis novel gue sendiri. Menurut kalian gimana?
PS: gue sempet nulis novel beberapa tahun lalu. Tapi begitu udah setengah jalan, filenya ilang gara-gara komputer gue dipretelin. Jadi rada males buat start over.

Jujur, gue bukan ga kewalahan dengan apa yang lagi gue kerjakan, tapi gue antusias juga. Jadi, meskipun kadang gue stress sendiri gara-gara kewalahan, meskipun gue mulai jarang mikirin kuliah gue, gue yakin ini bisa jadi batu loncatan buat gue jadi lebih baik kedepannya. Yang penting gue harus tetep fokus.

That's it! Sekian dulu tulisan gue kali ini yang mungkin menurut kalian hanya, hmm, nambahin feed yang udah lama ga diupdate? hahahah
See you guys on the next post!

Gaya Pegas Sang Ketapel

Kata orang, kehidupan itu kayak roda yang berputar. Kadang kita berada diatas, ada juga kalanya kita menyentuh titik terbawah dalam kehidupan.
Lalu, apa semua orang merasakan yang namanya 'roda kehidupan'?
Kalo iya, kenapa banyak orang yang mengeluh kalau hidup itu gak adil? Kenapa kita masih banyak menemukan orang yang udah susah payah banting tulang, tapi hidupnya masih stuck disitu-situ aja tuh? Susah terus.
Sementara di sisi lain, banyak anak konglomerat yang hidupnya foya-foya, dari kecil aja gaya hidupnya gak beda dibanding seorang pangeran. Udah gede tinggal lanjutin usaha orangtuanya, dan tinggal merintah anak buahnya. Udah tua tinggal nyuruh anaknya lanjutin lagi, dan dia tinggal nikmatin masa tua di kursi goyang. Banyak kan yang kayak gitu? 

"Tapi kan, bangun usaha gitu juga dari nol. Dan pasti ada masalah kan selagi dia memimpin?"
Memang. Tapi kan dia cuma MELANJUTKAN apa yang dimulai oleh orangtuanya. Basically, orangtuanya-lah yang berjuang, bukan dia. 
Lagipula, kalau bisa dibandingkan, apakah usaha si anak konglomerat sama besar, atau bahkan lebih besar dari orang kebanyakan yang sudah berusaha, tapi ga pernah berhasil?

Belom tentu.

Lalu, kalo kayak gitu, dimana dong letak 'roda kehidupan' nya?

Ilustrasi di atas lagi-lagi lewat di kepala mahasiswa bobrok yang menulis post ini. Gua memang masih terlalu muda untuk diajak berpikir kritis, apalagi tentang pahit-manisnya kehidupan. Gua yang bahkan belum menyentuh kepala dua ini, belom ngerti apa-apa kok. Tapi, gua udah cukup melihat banyak contoh yang bisa bikin gua menarik kesimpulan.

Menurut gua, hidup bukan soal adil atau gak adil doang. Tapi lebih tentang bagaimana kita bisa bertahan bahkan ketika sedang berada di titik terbawah itu. Bagaimana kita bisa overcome the obstacles that approach us cotinuously. 


Jujur, gua tadinya sempet stuck buat lanjutin tulisan ini, yang sebenernya udah seminggu mengeram di draft. Namun, ketika gua pulang kuliah tadi dan ngescroll instagram gua, gua menemukan sebuah inspirasi dan akhirnya gua tau apa yang harus gua tulis.

And believe it or not, gua menemukannya di 9gag, yang notabene adalah akun lucu-lucuan.

So, I dedicated this 'what-so-called' motivational post for those who are currently feeling down.

"When a child learns to walk and falls down 50 times, he never thinks to himself: "maybe this isn't for me?""

Kita udah tau bagaimana jadinya anak itu jika ia menyerah untuk belajar jalan. Seumur hidupnya ia hanya akan duduk di kursi roda. Menyedihkan.
Yang bisa gua tangkep adalah, the one who hold us back is us. Anak kecil, dengan kepolosannya, dengan pikirannya yang isinya cuma "gua pengen bisa jalan" ga peduli dia mau jatuh berapa kali, bahkan ga sempat mengingat kalau dia pernah susah payah belajar jalan. Sampai tanpa sadar, ternyata dia udah bisa jalan sendiri tanpa ditopang ibunya dari belakang.

Meanwhile, kita yang udah gede, yang udah mandiri, yang udah bisa mikir malah stuck. Terkadang kita stuck justru karena kita udah bisa mikir. Mikir negatif lebih tepatnya.
"Kalo gua deketin A, dia illfeel gak ya?"
"Kalo gua masuk organisasi B, gua kompeten gak sih?"
"Si C kira-kira mau gak ya main sama orang kayak gue?"
"Gue pengen deh kayak si D. yang udah multi-talented, eksis pula."
"Gue emang gak ada apa-apanya yah dibanding si E."
Itu masih sebagian kecil contoh aja. Dan gua yakin, kalian pasti pernah mikir kayak gitu. Gua pun juga pernah. Sering malah.

Gua cuma mengingatkan aja, kalau semua orang punya masalahnya sendiri-sendiri. Semua orang pernah ngerasa down. Semua orang punya masa suram dalam hidupnya. Bedanya, ada orang yang belajar dari masa suramnya itu, dan ada juga yang stuck disana, tanpa ada niat keluar sedikit pun. Karena menurutnya, seberapa keras pun dia coba, dia akan tetap disana. 

Gua ga bertujuan untuk bikin kalian yang baca ini, nangis atau terharu. Sama sekali enggak. Tapi yang gua tujukan adalah, masalah lu, masalah gue, masalah kita, seberat apapun, itu cuma sementara. TEMPORARY. If you think your problems are long-term, or if you think there's no exit. Then you're COMPLETELY WRONG.

If you think that you're not needed anymore, or if you feel that you're all alone. There's always someone who will free their time just to cheer you up. Your little smile worth thousands happiness to them. You're not alone and there's always someone who will love you just the way you are.

If you think you're not good at anything. Believe me that there's always someone who is wanting to become like you. You may not realize it, but I guarantee there are a lot of GOOD THINGS within you.

If you think that life's too much to handle, you get it wrong. You will become stronger and stronger. And someday you'll look back, and all you need is to give thanks to those temptations which HELP you get stronger.

Your feelings are real. You may fake your face expressions, but your feelings are real. And you know it.


Kenapa gua beri judul post ini "Gaya Pegas Sang Ketapel?" 

Karena percayalah, kalau masalah-masalah yang datang itu nantinya yang akan buat kita lebih maju kedepan. 
Batu yang semakin kencang ditarik kebelakang, akan semakin jauh lesatannya kedepan.
Sama seperti kita. Yakin aja kalau makin banyak masalah yang kita hadapi, akan makin kuat juga kita kedepannya. Yang jadi masalah adalah keyakinan itu sendiri.
"Memangnya siapa yang megang ketapelnya?"
Kalian punya agama? Maka kalian akan tau siapa yang megang.
Sekarang pilih aja.
Kita mau maju, mau berkembang, atau mau disitu aja?
Apakah kita siap dilontarkan oleh gaya pegas sang ketapel?
- Fernando Vigilio

Living my life like a Zombie

     Suasana halaman kampus gua yang adem dan rindang bikin gua betah duduk berlama-lama di kursi taman ini. Sambil liatin pepohonan tinggi dengan banyak orang berlalu-lalang dibawahnya somehow bikin gua lebih rileks aja. Sambil ngeliatin sekitar, gua sambil merenung. Gua ternyata hidup di dalam suatu society yang terdiri dari banyak orang dengan latar belakang berbeda-beda, baik dari segi fisik, perilaku, juga kultur yang berbeda-beda. Ada yang tinggi, ada juga yang pendek. Serampangan dan lugu pun banyak bisa gua temui disini. Ada yang datang dari daerah-daerah kecil penjuru nusantara, ada juga yang ga jauh-jauh banget dari Jakarta. Ada yang datang dari keluarga sederhana dan mengandalkan beasiswa disini, dan ada juga yang punya kebiasaan hedon diliat dari lifestylenya. Menurut gua semua manusia yang ada disini adalah one of a kind, ga ada duanya.

Tenang aja. Gua ga akan bikin tulisan yang panjang-panjang kayak sebelumnya. Tapi tulisan gua kebawah mungkin akan sedikit ‘belok’ dari apa yang kalian expect.

Have you ever thought of living your life like a zombie? Well I have.

Gua sempet berpikir, gimana sih rasanya hidup kayak zombie. Yang gua tau, All those diversity in our life (which I mentioned earlier on the opening paragraph) will be disappeared. Semua orang gak akan memandang latar belakang satu sama lain. Semua orang akan bertingkah dan berperilaku sama. Berjuta budaya yang terdapat di dunia pun akan mengerucut dengan sendirinya menjadi satu budaya, yaitu budaya zombie.
Semua orang ga akan lagi punya tujuan hidup. Uang pun bukanlah sesuatu hal yang akan di-Tuhan kan. Jalan sempoyongan kesana-kemari tanpa tujuan. Makanan mereka pun sama jenisnya. Otak manusia segar. Kita gak akan mengenal lagi yang namanya orang Belanda makan keju, atau orang papua makan sagu. Gak bakal ada.
Berkomunikasi pun akan sulit. Gak ada bahasa baku yang bisa digunain. Toh ngomong a i u e o aja mesti susah payah narik urat. (Itu pun kalau urat mereka masih berfungsi). Gak ada lagi struktur sosial, diferensiasi maupun stratifikasi sosial. Semua sama. Semua Rata. Gak ada lagi klasifikasi kaya miskin, atau bahkan kulit hitam dan kulit putih.

Semuanya sama.

Kesan yang gua tampilin diatas memang bisa dibilang buruk. TAPI, kehidupan statis yang akan dialami para zombie gak selamanya buruk. To be honest, gua punya sifat yang bisa dibilang mirip zombie. Gua ini pasrahan orangnya. Maksud gue, gue hidup tuh kayak ga punya tujuan pasti, bisa dibilang asal mengalir aja kayak air, ngeliat kemana hidup akan membawa gua. Sama kayak zombie yang mereka lagi ngapain pun mereka sendiri gak tau.
Tulisan gua emang terkesan gajelas dan ngelantur. Tapi gua memang sering kedapetan random thought yang kayak gini. Imajinasi gua emang kayak anak kecil, tapi gua malah seneng dengan tingkatan imajinasi gua yang naujubile. Karena gua tau akan banyak ide kreatif yang bakal keluar dari otak gua.

Kembali ke zombie.

Gua pernah nemu quotes sindiran bunyinya begini:

“Ada satu hal dimana zombie lebih baik daripada manusia. Zombie gak makan temennya sendiri.”

Emang nyelekit di hati, tapi menurut gua quotes itu gak salah. Menurut gua kehidupan zombie itu less drama.
Jujur gua pernah kepingin hidup kayak zombie. Dan sekarang gua kepikiran tentang ini lagi. Because I don’t have to deal with so many things therefore I could reduce my stress level. Rite? 
Masalah hidup yang akan nongol palingan cuma sekedar “Gimana dapet otak segar hari ini?”
Membosankan memang hidup di lingkungan yang gak dinamis dengan rutinitas yang sama setiap hari. Lu ngebiarin hidup lu ngalir kayak air, dan tanpa tujuan.

Pada akhir kehidupan zombie pun, hampir semua orang akan ‘pergi’ dengan plot yang sama.
Dimana lu Cuma harus nunggu kulit lu mengelupas dengan sendirinya hingga Cuma nyisain tulang belulang sampai lu terkapar seendiri di tengah jalan, tanpa ada yang nangisin kepergian lu.


-          Fernando Vigilio

How I Celebrate my New Year

24 Desember 2015

Gua nyampe di bandara sekitar jam 5 sore waktu Jogja. Dan sialnya, udah gua nyampenya kecepetan, ternyata pesawat gua delay juga sampe jam 20:30. Jadilah gua melewatkan misa malam natal dan malah merenung mondar-mandir layaknya seorang anak ilang di bandara, sambil nyemilin snack yang gua beli di minimarket bandara dan earphone terpasang di kuping gua.

Kesel sih, padahal flightnya cuma dari Jogja ke Jakarta, tapi bisa delay satu setengah jam. Disela-sela waktu gabut gua di bandara, gua merenungkan banyak hal, termasuk tentang bagaimana gua akan merayakan tahun baru. Gua teringat kalo band gua 4WD dipanggil untuk mengisi acara tahun baruan di gereja. Nah masalahnya ini udah H-7 dan kita belum latihan sama sekali untuk bawain 2 lagu yang akan kita mainkan. Bahkan kita gatau bakal latian kapan soalnya jadwal liburan kita emang beda-beda. Akhirnya setelah hiruk-pikuk dan ketegangan yang terjadi di rapat online anak-anak 4WD di Line, diputuskan kita bakal latian tanggal 30. Pas H-1 perform.

Berasa pro.

26 Desember 2015

Natal gua lewatin dengan biasa-biasa aja. Seharian gua gabut kemudian sorenya gua pergi ke gereja.
Udah Gitu aja.
Sedangkan tanggal 26 ini gua reuni kecil-kecilan sama temen komplek gua yang udah pada melancong ke seluruh penjuru Jawa dan Singapura. Selain melepas kangen, kita juga buat beberapa challenge yang akhirnya membuat gua menyesal. Pasalnya, tanggal 26 ini adalah malam terakhir gua tidur dirumah sebelum besoknya harus pergi retret sama anak-anak Antiokhia. Nah malem ini gua sama anak-anak so7 (Jerry, Albert, Andre, Frans, Rayo, dan Nano) cabut ke basecamp kita kalo nongkrong, yaitu di ropang paramount.

Antiokhia itu apa? so7 itu apa? Gausah dipikirin ya dek. Emang gua ini tergabung di banyak kelompok. HAHAHAHAH

Singkat cerita, Albert si pencetus challenge pun bikin dua challenge yang akan kita mainin malem ini. Yang pertama kita akan main kartu, dan 2 peserta dengan kekalahan terbanyak akan makan indomie (1 dibagi 2) dengan jumlah cabe yang sama dengan total kekalahan. Pada akhirnya, si pencetus Albert kalah sebanyak 5 kali, dan Frans 3 kali. Jadilah mereka makan indomie dengan 8 cabe.

Untung gua ga kalah. Gua gamau menghabiskan waktu retret gua bolak-balik wc gara-gara mencret.

Di geng kita, emang udah kutukannya kalo ada seseorang yang bikin challenge, pasti orang itu juga yang kalah. Dan banyak contoh terjadi pada Albert. Kasian emang. Cuma dia ga kapok sih, ya biarin aja~
Challenge kedua di malam itu, kita pesen roti bakar. Namun bukan sembarang roti bakar. Kita minta 'special topping' gitu sama masnya.

"MAS! Pesen roti bakar tapi dalemnya pake sambel sama kecap ya. Toppingnya kasih keju aja" - Jerry Pascalis, 18 tahun menuju 19.
Oh, toppingnya gitu doang ternyata, ga berat-berat amat lah pikir gua. Namun semua pikiran santai itu berubah saat Albert bangun dari kursinya, nyamperin meja lain yang kosong, terus ngeborong garem, lada, sama sambel dari meja lain. Dan gua sadar kalo gua telah menyesal kalo gua pikir bisa ngelewatin challenge ini dengan mudah.
Roti pun tiba, dan dengan semangat Albert 'menghias' roti yang udah buruk itu menjadi lebih buruk. Sekarang gua udah gabisa liat bagaimana rupa roti itu lagi. Yang bisa gua liat adalah lautan garem dan lada yang ada di atas roti bertopping keju itu. Ngeliat aja udah mau muntah, apalagi gua makan.
And the game began.
Kita main kartu lagi, kali ini kita main 'Kartu Setan' dimana inti dari permainan ini adalah mencocokkan kartu. Susah sih jelasinnya.
Pokoknya yang kalah harus makan sepotong dari roti gak berbentuk tadi. Roti tersebut dipotong menjadi 9 bagian, yang berarti kita akan main sebanyak 9 ronde. Tadinya. Cuma akhirnya kita cuma main 6 ronde. Dimana yang kalah di tiga ronde terakhir harus makan 2 potong. Gua selamat selama 5 ronde pertama. Tapi gak di ronde 6. Dan yang lebih sialnya, potongan terakhir yang tersisa di roti tersebut adalah potongan roti di bagian tengah, dengan isi toppingnya paling 'mewah' dibanding yang dipinggir-pinggir.

Gausah nanya. Gua langsung muntah di gigitan pertama.
Singkat cerita, gua pulang dengan asin-pedas tak terbantahkan di lidah gua. Maknyus. Lalu gua ga langsung tidur, tapi packing buat persiapan retret.

29 Desember 2015

We had so much fun. Mini Weekend Antiokhia yang berlangsung selama 3 hari 2 malam pun selesai, dengan gua keluar dengan jabatan dan tanggung jawab yang baru. Gua terpilih sebagai Palu buat periode 2016 bersama dengan partner gua Cisca sebagai Bulunya. Palu Bulu tuh apa sih?
Temukan jawabannya di Antiokhia ya!
1-3 Juli di Puspanita, Bogor. Pendaftaran bisa langsung chat gua aja ;)

LAH MALAH PROMOSI DAH

Singkat cerita gua pulang kerumah untuk beristirahat dan menghabiskan sisa hari selasa itu dengan ngebo. Udah.
Ini Palu-Bulu lagi mimpin rapat. Bukan. Bukan yang dibawah kok.

30 Desember 2015

Hari ini merupakan hari kelam gua menjelang tahun baru. Diatas gua udah bilang kan kalo tanggal 30 ini 4WD bakal latihan buat yang pertama dan terakhir sebelum performance besok? Nah latiannya sih emang jadi. Namun ada suatu hal yang diluar dugaan. Bassist gua ternyata baru aja melakukan tur naik motor ke anyer, dari tanggal 29 dan baru balik tanggal 30 malem. Dan dia mengeluh badannya sakit semua sehingga harus absen di event yang tinggal SATU HARI LAGI.

Fucked up kan? Tapi tenang gua pro. HA!

Kita latihan ber-empat dengan dibantuin oleh temennya Visma (Drummer gua) untuk ngisi bassist sementara. Tapi tetep aja, keputusan akhir kita akan melakukan performance bsesok hanya bertiga. Rotasi pun kita lakukan di band.
Aslinya : Vico-Vocal/Rhythm Guitarist. Vito-Lead Guitarist, Dhani-Bassist, Visma-Drummer.
Menjadi: Vico-Guitar, Vito-Bass, Visma-Drum
Untung Vito bisa mendalami role sementaranya dengan baik. Kalo engga mah ya wassalam untuk reputasi 4WD.

The Show must go on kan?

31 Desember 2015

Today is the day! Mari kita tutup tahun 2015 dengan sukacita! #yeameh
Sekitar jam 12 siang gua sama Vito sampe gereja buat melakukan check sound. Visma? dia dateng belakangan gara-gara ketiduran.
Baru juga semangat nulis, jadi males lagi nginget kejadian itu. Bruh.
Dengan persiapan yang sangat kurang, kita melewati cek sound dengan sangat amburadul. Jadilah gua pulang untuk tidur istirahat bentar, kemudian gua bersiap-siap sekitar jam 6an. Gua sengaja berangkat lebih awal karena gua tau ini malam tahun baru, dan akan macet. Tapi ternyata gua salah.
Gua perform jam 10, sedangkan gua udah sampe di BSD jam 6:30. Jadi selama sekitar 2 setengah jam gua mondar-mandir bareng 'cememew' gua, tanpa arah dan tujuan. Ga sepenuhnya tanpa tujuan sih. Gua berangkat ke rumah temen gua pada akhirnya untuk bantu mempersiapkan peralatan BBQ. Pasalnya, gua memang udah berencana untuk menghabiskan malam tahun baru bareng temen-temen gua ini. Jam 9 gua balik ke gereja untuk persiapan perform. Gua sama Vito dateng tepat waktu. Vismanya ilang.

Seperti biasa.

Tanpa gua duga, rundown acara berjalan lebih cepet, dan gua harus naik ke atas panggung jam 9.30, sementara Visma belom nongol batang hidungnya. Kan taik ya.
Kepanikan gua berakhir 10 menit setelah gua dipanggil ke atas panggung. Visma pun nongol dengan santainya pake jaket varsity dan jeans 3/4. Terlihat seperti anak layangan sangat siap untuk menjajal panggung.
Di panggung, dengan persiapan YANG SANGAT AMAT SEDERHANA, kami membawakan dua buah lagu. Yang pertama adalah Livin on a Prayer yang dipopulerkan oleh Bon Jovi tahun 1994. Dan yang kedua kita membawakan hits dari Sheila on 7 berjudul Melompat Lebih Tinggi. Dan atas kuasa Tuhan, somehow kita bisa memberikan performance yang rapi dan menurut gua pribadi sih bagus (diliat dari latihan yang cuma sekali. Itu pun berantakan latiannya). Nih kalo mau liat penampakan kita-kita lagi manggung.
Kalo lu mau nanya Vito mikir apa sampe harus nengok atas gitu, tanya langsung ke orangnya. Gua gatau apa-apa.

Dan kita pun disambut hangat oleh applause dari para penonton yang gua taksir sekitar 150 orang. Lumayan rame emang. Cuma gatau kenapa, semakin rame audiencenya, semakin semangat juga gua jadinya. Mungkin gua seneng jadi pusat perhatian. Ciat!
Selesai bawain lagu Sheila on 7, kita pun turun panggung. Vito sam Visma turun duluan, sementara gua masih jingkrak-jingkrak dipanggung gajelas, cabut-cabutin kabel efek gitar gua, padahal MC lagi bawain acara. 
Bodo amat. 
Gua repot sendiri.
Dibawah panggung pun gua lega karena performance kita ga jelek-jelek amat lah. Kemudian kita bertiga foto gitu, biar kayak anak hitz. Gapake lama setelah itu, gua pun pamit sama Visma dan Vito, dan juga ke panitia yang udah manggil band gua, sekedar ngucapin terima kasih gitu, lalu kemudian bergegas ke rumah temen gua untuk acara BBQan.

Takut kehabisan makanan. Anak D'Bijish kalo makan memang terkenal kalap.

Dan ketakutan gua pun ga salah. Sampe di sana gua liat dagingnya udah sekarat, tinggal dikit. Tapi masih mending daripada kehabisan sama sekali. Kemudian kita bercanda-bercanda dan main gitu layaknya anak muda. Ah ga pengen cepet-cepet tua rasanya. Di tahun 2016 ini gua akan menginjak umur 19 tahun, dimana hanya tersisa satu tahun lagi sebelum gua berkepala dua. Time flies dude.
Sampai akhirnya sekitar 23:45, which means 15 menit sebelum ganti tahun, kita semua pergi ke taman yang ada di komplek itu. Cukup gede tamannya. Cukup buat maenan kembang api 3 geng sekaligus.
Tanpa disadari, waktu menginjak 00:00 dengan sangat cepat. Tahun 2016 telah resmi datang. Yah begitulah, gua juga bingung gimana cara ngungkapin perasaan gua waktu itu dalam bentuk kata-kata. Yang pasti gua seneng banget. Gua saling salam-salaman sama temen-temen gua. Sekitar 20 orang lah. 
Gempor.
Dan kebetulan hampir semua dari kita adalah Antiokhers, akhirnya kita memutuskan untuk berdoa di tengah taman sambil membentuk lingkaran dan berpegangan tangan. Dan gua memimpin doa pertama di 2016. Sweet kan? MAKANNYA JOIN ANTIOKHIA!
Ini foto kita menyambut suasana tahun baru.
 Rame ya? Hayo guys, gua keliatan ga?
Memorable. Iya gua tau gua hampir ga keliatan.

Tahun baru bisa kita anggap sebagai awal yang baru untuk memulai dan menata hidup kita dari awal. Makanya orang pada bikin resolusi, meskipun banyak yang gagal dalam komitmen mereka sendiri. Di tahun yang baru ini, ada 366 kali kesempatan kita untuk melakukan sesuatu yang memorable. Menyenangkan dan ga terlupakan, dan tentunya gabisa dibayar dengan uang sekalipun. Gua harap kita-kita semua bisa jadi pribadi yang lebih baik aja di tahun ini. Ga muluk-muluk, gua juga ga bikin resolusi apa-apa kok. Gua akan coba buat lebih menjadi diri sendiri aja. See you guys!

Vigilio - How to Be Human Lyrics

  Am D G Em I used to be a boy who grunt every here and there Am D G Masked on for seven days a week Am D G E Tired to div...